OPINI(Catatan.ara) - Minggu lalu Komedian sekaligus sutradara kebanggaan Indonesia Ernest Prakasa memutuskan untuk hengkang dari X. Ia menutup akunnya mengikuti jejak teman seperjuangannya Raditya Dika, Ferry Irwandi dan lainnya.
Ia mengaku sudah lama tergoda untuk menutup akun miliknya, namun baru dapat merealisasikannya. Ia menilai aplikasi X memang menyenangkan, tapi sudah tidak seperti dulu.
Ernest juga mengaku di sosial medianya, bahwa ia memutuskan menghapus X setelah menonton video Ferry Irwandi tentang Elon Musk yang mengubah twitter jadi tempat berbahaya. Ernest juga mengatakan bahwa X merupakan platform yang toxic.
Namun disini kita tidak akan membahas tentang Ernest Prakasa, namun kita akan membahas tentang mengapa X dinilai menyenangkan tapi toxic?
X Menyenangkan Tapi Toxic
Sebagai seseorang yang juga aktif di sosial media, terutama X sebenarnya tidak ada perubahan signifikan di akun tersebut menurut pemakaian pribadi. Yang berubah hanya fitur-fitur, nama dan warnanya saja. Tapi untuk karakter pengguna, dan bagaimana topic berkembang masih sama.
Saat masih dengan nama twitter bahkan ga jauh berbeda, di aplikasi ini siapapun bisa berpendapat dengan bebas tanpa berfikir jika pendapatnya sejalan dengan kebanyakan pengguna. Sebenernya menurut gue ini jebakan batman buat orang-orang yang suka mengkritisi.
Dibanyak waktu memang banyak yang setuju dan sepaham dengan argumentasi kita, tapi namanya manusia pasti gak melulu sejalan dan sependapat. Ada kalanya pendapat kita berbeda dari kebanyakan orang yang tertarik dengan suatu isu.
Disini titik fatalnya, terbiasa senang punya banyak orang yang sepemikiran dan mendukung akhirnya bertabrakan dengan ego sendiri, sampai lupa kalu X itu adalah sosial media atau platform yang general. Tidak hanya untuk suatu kelompok tertentu.
Semua orang bisa berfikir X menyenangkan sampai dia sendiri yang jadi korban kritikan dari para pengguna. Mungkin di titik itu kalian akan berfikir wah makin kesini makin gak masuk akal, makin toxic. Sebenernya bukan makin kesini, tapi dari dulupun begitu.
Yang membedakan adalah, dulu kalian bagian dari orang yang di bilang toxic itu.
Sebenernya menurutku pribadi yang bahkan pernah di toxic-in sama suatu kelompok di X, ini hal yang biasa. Karna dari jaman masih burung biru juga kurang lebih aja, mangkanya dulu sampe ada kata-kata.
"Kenapa burung Traveloka lebih kurus dari burung Twitter? Karna pengguna traveloka suka jalan-jalan, sedangkan pengguna twitter suka ngetweet sambil rebahan."
Jadi memang bukan aplikasinya yang salah, kadang perlu kitanya sebagai pengguna berkaca. Apakah kita pernah sama toxicnya dengan mereka? Tapi memang sulit untuk menilai sih, karna ketika seseorang berargumen di sosial media kadang lupa etika.
Jadi berfikirnya berargumentasi adalah kebebasan dan hak, itu memang benar. Tapi berargumentasi tanpa etika, juga tergolong Toxic dimata lawannya. Tapi saat menjadi pelaku Toxic, ya ga akan sadar kalau dirinya toxic. Karna akan selalu ada pembenaran dari diri seniri, dan pembelaan dari yang sependapat.
Ya semua yang main X pasti pernah di fase toxic ini lah, apa lagi kalau pengguna lama dari jaman burung biru.
Apakah X Selalu Toxic?
Menurut gue ngga sih, kalau kita fokus pakai untuk mencari informasi X ini juaranya. Kecepatan informasi bahkan bisa bikin kita ketinggalan informasi menarik, setiap jam menit dan detik seputar informasi berharga di aplikasi ini.
Belum lagi munculnya argumentasi antar pengguna tentang informasi itu sendiri, bikin mata kita terbuka lebar bahwa ada banyak perbedaan pendapat hanya dari satu sumber informasi. Jadi aplikasi ini punya sisi positif juga.
Apalagi jika ditambah dengan adanya Grok, AI yang dikembangkan oleh platform ini. Bisa membuat semua orang yang berkomentar memvalidasi apakah apa yang ia argumentasikan sesuai dengan data yang ada atau tidak. Sehingga jika kita lebih bijak menggunakannya, diskusi yang kondusif dapat dicapai.
Ya pada dasarnya semua ada positif dan negatifnya, tinggal bagaimana kita menghadapinya saja. Kalau menurut kalian sendiri gimana nih? Lebih banyak dapet manfaat atau justru dapet keselnya aja di aplikasi ini?
Kalau gue sih ada ya pasti masa-masa keselnya, tapi sebagai reporter media online dan content writer jujur dengan adanya platform ini sangat membantu sih. Update informasi lebih cepat, dan dengan informasi dunia lebih dekat.
Komentar