Terapi Digital Autisme : Game Ini Jadi Harapan Baru Bagi Penderita Autisme?

Penelitian trapi Digital untuk Penderita Autisme | Photo by Nicola Barts : Pexel

LIFESTYLE(Catatan.ara) -  Dalam dunia yang semakin terhubung secara digital, terapi berbasis teknologi kini mulai menunjukkan manfaat besar dalam bidang kesehatan mental. 

Salah satu temuan terbaru datang dari Korea Selatan, yang menunjukkan bahwa terapi digital berbentuk game seluler dapat membantu meningkatkan keterampilan sosial remaja dengan gangguan spektrum autisme (ASD) atau gangguan komunikasi sosial.

Penelitian ini dilakukan oleh tim gabungan dari tiga institusi ternama: Rumah Sakit Samsung Seoul, Rumah Sakit Seoul St. Mary, dan Pusat Medis Universitas Katolik Daegu. Tim ini dipimpin oleh tiga pakar psikiatri, yaitu Profesor Jung Yoo-sook, Profesor Yoo Jae-hyun, dan Profesor Choi Tae-young. 

Mereka mengumumkan hasil penelitian tersebut pada tanggal 16 Juni 2025, yang kemudian dipublikasikan dalam jurnal ilmiah Psychiatry and Clinical Neurosciences milik Japanese Society of Psychiatry and Neurology.

Penelitian dilakukan pada 38 remaja berusia 10 hingga 18 tahun yang telah didiagnosis dengan ASD atau gangguan komunikasi sosial. 

Para peserta dibagi ke dalam dua kelompok: satu kelompok menjalani terapi konvensional seperti pengobatan dan psikoterapi, sedangkan kelompok lainnya mendapat tambahan pelatihan menggunakan game seluler berbasis aplikasi bernama NDTx-01 yang dikembangkan oleh perusahaan Newdive.

Aplikasi ini dirancang menyerupai permainan, di mana pengguna dihadapkan pada berbagai situasi sosial yang lazim terjadi di kehidupan sehari-hari—khususnya di lingkungan sekolah. Misalnya, pengguna akan diminta memilih respons yang tepat saat pertama kali bertemu teman baru. 

Dari aktivitas ini, peserta dilatih untuk mempraktikkan keterampilan komunikasi, mengenali emosi, serta membangun adaptasi sosial yang sehat.

Setelah menjalani pelatihan selama 6 minggu, hasilnya cukup mencengangkan. Kelompok yang menggunakan aplikasi NDTx-01 menunjukkan peningkatan signifikan dalam kemampuan sosial, keterampilan hidup sehari-hari, dan komunikasi. Peningkatan tersebut diukur dengan skor Adaptive Behavior Composite yang meliputi evaluasi komprehensif terhadap sosialitas dan kemampuan adaptasi remaja.

Kelompok game seluler mencatat peningkatan rata-rata sebesar 5,89 poin. Sementara itu, kelompok terapi konvensional hanya mengalami kenaikan 1,21 poin. Dalam aspek sosialitas secara spesifik, peningkatan kelompok game bahkan mencapai 6,05 poin, jauh di atas kelompok terapi konvensional yang hanya meningkat 0,42 poin.

Profesor Jung Yoo-sook menjelaskan bahwa efektivitas terapi ini berasal dari pendekatan yang menyenangkan dan interaktif. “Anak-anak cenderung lebih tertarik dan terlibat ketika pelatihan dikemas dalam bentuk game yang sesuai dengan minat mereka,” ujarnya. 

Ia juga menambahkan bahwa keunggulan lain dari terapi ini adalah fleksibilitasnya—bisa dilakukan di rumah, terutama berguna bagi mereka yang kesulitan mengikuti terapi tatap muka secara rutin.

Terapi Digital: Harapan Baru bagi Autisme?

Temuan ini menegaskan bahwa digitalisasi tidak hanya berlaku di bidang pendidikan dan pekerjaan, tapi juga bisa menjadi solusi dalam kesehatan mental, khususnya untuk kelompok rentan seperti remaja dengan autisme. Dengan keterlibatan yang tinggi dan biaya yang relatif lebih terjangkau, terapi digital seperti ini berpotensi menjadi metode pendamping atau bahkan alternatif dari terapi tradisional.

Selain itu, terapi dalam bentuk permainan juga membuka ruang bagi orang tua dan pengasuh untuk berpartisipasi dan memantau perkembangan anak mereka secara langsung dari rumah.

        Inovasi dalam terapi digital seperti NDTx-01 menjadi bukti bahwa pendekatan berbasis teknologi mampu membawa dampak nyata pada kehidupan remaja dengan kebutuhan khusus. Meski masih diperlukan penelitian lebih lanjut dengan skala yang lebih besar, hasil awal ini memberikan harapan baru bagi dunia medis dan keluarga yang mendampingi anak dengan autisme.

Apakah di masa depan kita akan melihat lebih banyak game yang menyembuhkan, bukan hanya menghibur? Dengan perkembangan ini, jawabannya tampaknya adalah: ya.


Sumber : Yonhap News

Komentar